Parah! Tim Incumbent Sebut Perempuan tak Bisa Memimpin di Siak, Langsung Dibantah Warga dan Ulama

Siak – Ketua tim koalisi pasangan incumbent Alfedri-Husni, Zulfi Mursal, mulai memainkan politik identitas dan menyerang gender. Mantan anggota DPRD Siak ini menjual ayat Al Quran dan menerjemahkannya demi kepentingan politik jagoannya.

Tentu saja serangannya langsung mengarah pada Calon Bupati Perempuan pertama di Siak yang kini sedang menjadi kuda hitam penantang petahana, Dr.Afni Z, M.Si.

“Pemimpin itu laki-laki. Dalam surat An Nisa disebutkan laki-laki itu pemimpin bagi perempuan, bukan sebaliknya,” Zulfi lantas koar-koar dengan membacakan ayat dan hadist. Di dalam video tersebut tampak acara dihadiri Calon Bupati dan Calon wakilnya, Alfedri-Husni. Semua tampak mengiyakan pernyataan Zulfi.

Ada seorang warga perempuan langsung menyahut “Memburukkan orang saja Bapak ni. Jadi Bupati Bengkalis itu macam mano Pak?,” seru suara di grup. Disambut rekannya “Nampak betul takutnyo (melawan calon Bupati perempuan),” sahut kawannya lagi.

Beredarnya video ini mendapat kecaman dari tim koalisi Berazam, Sujarwo. Pernyataan melarang perempuan jadi pemimpin di Siak jelas menunjukkan tim sukses petahana menggunakan politik identitas dan menyerang gender, karena Dr.Afni menjadi satu-satunya calon Bupati perempuan yang diusung Partai koalisi mereka.

“Kami sangat mengedepankan politik santun. Tapi tim lawan yang tak lain petahana ternyata sudah terlalu ketakutan dan secara pengecut menggunakan politik identitas, menjual ayat dan agama, serta menyerang kaum perempuan Siak. Padahal kita NKRI dan UU tidak melarang soal kepemimpinan perempuan di negara ini,” kata Sujarwo.

“Mereka menerjemahkan Al Quran sesuai kepentingan politiknya sendiri. Padahal di Riau sudah ada pemimpin perempuan, Bengkalis dan Inhu. Apalagi Dr.Afni juga Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama Kabupaten Siak yang juga seorang santri dan mendapat restu serta dukungan Ulama untuk maju. Kami sangat menyayangkan kelakuan tim sukses petahana ini, sudah keterlaluan dan main kasar. Harusnya Pilkada Siak adu gagasan dan program, bukan menyerang kaum perempuan,” kata Sujarwo.

Perihal perempuan dilarang memimpin langsung dibantah kalangan ulama Kabupaten Siak. “Pembahasan soal kepemimpinan perempuan sudah sejak dulu selesai di kalangan ulama. Di Negara kita tidak ada fatwa yang melarang perempuan untuk menjadi pemimpin, apalagi dengan jabatan sebagai Bupati. Baik secara syariat maupun hukum positif yang berlaku di negara ini tidak ada larangan soal itu,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin As-Siyaki, KH Suyoto.

Begitupun dengan Ulama kondang Riau, Ustad Abdul Somad atau UAS pernah menjelaskan pemahaman tengang hadist yang selalu digunakan untuk melarang perempuan jadi pemimpin.

“Hadisnya shahih, nggak salah hadistnya. Kesalahannya, pemahaman kamu tentang hadisnya yang enggak tahu,” katanya.

Hadis itu papar UAS, ceritanya ada Raja Persia bernama Kisra, punya anak perempuan masih kecil nama anaknya Buran. Kisra mati, Persia memakai sistem monarki. Kisra mati, anaknya yang perempuan dan masih kecil dilantik menjadi raja. Kemudian berita itu sampai ke Nabi di Madinah.

“Apa kata Nabi? Persia tidak akan menang melawan Romawi karena dipimpin anak kecil yang tidak punya keahlian politik. Jadi hadist itu terkait tentang Persia yang mengangkat anak perempuan yang masih kecil memimpin kerajaan. Maka hadis itu kontekstual pada saat zaman itu. Kalau sekarang ya perempuan boleh memimpin karena Indonesia bukan khilafah,” katanya.

Perempuan kata UAS sangat boleh untuk dipilih, karena jabatannya dapat digantikan sewaktu-waktu, dalam artian kekuasaannya tidak kebal.

Dalilnya pun disebutkan, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, diangkatlah seorang penjaga pasar bernama Syifa’ binti Abdullah bin Abd Syams bin Khalaf bin Syaddad al-Qursyiah al-‘Adawiyah.

“Diangkat seorang pemimpin, namanya Ummu Syifa’ menjadi penjaga wilayah (pasar) Madinah. Itu dalil boleh mengangkat pemimpin perempuan kalau dia semacam kepala dinas, kepala kantor, atau kepala badan yang mungkin (jabatannya) dicopot (atau) dilepaskan dan tidak kebal kekuasaannya. Termasuk jadi pemimpin daerah jabatannya tidak selamanya,” jelas UAS.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *