PHR Tersudut dalam Sengketa Lahan di Minas, Tarmizi Sakai Nilai Perwakilan PHR Tak Siap Hadapi Mediasi

Siak – Sengketa lahan antara tokoh masyarakat Sakai, Tarmizi L, dengan pihak Pertamina Hulu Rokan (PHR) memanas dalam mediasi yang digelar di Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Kamis (6/9).

Dalam mediasi tersebut, PHR disorot tajam karena perwakilannya dinilai tidak membawa bukti kepemilikan lahan yang sah, memicu kekecewaan dari berbagai pihak.

Mediasi pagi itu dipimpin oleh Sekretaris Kecamatan Minas, Rudi Hartono, dan dihadiri oleh para pihak yang bersengketa serta aparat keamanan dari TNI-Polri.

Lahan yang disengketakan antara PHR dan Tarmizi.L berlokasi di banja mineh angin air kuning, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau.

Tarmizi, yang mengklaim memiliki lahan seluas 320 hektar sejak 1967, menegaskan bahwa lahan tersebut merupakan warisan keluarganya yang telah dikelola secara turun-temurun.

“Kami sudah mengelola lahan ini sejak zaman kakek kami, dan hingga kini tidak pernah ada larangan dari pihak operator, baik CPI maupun Chevron, untuk beraktivitas di sana,” tegas Tarmizi.

Sejauh ini kata Tarmizi melanjutkan, kami telah melakukan aktifitas pertanian di lahan tersebut.

Kendati demikian, dalam mediasi tersebut, perwakilan PHR, Satria Semona Rindu Pati, enggan memaparkan dokumen kepemilikan lahan yang dimiliki PHR kepada publik.

Dia menegaskan bahwa dokumen tersebut hanya akan ditunjukkan kepada pihak yang berkompeten.

Selain itu, perwakilan PHR lainnya, Suyanto, meminta agar media tidak mengutip pernyataan mereka, hal itu tentu saja menimbulkan kesan tertutup dan tidak transparan.

Hal ini memicu kekecewaan dari Doni Candra SH MH, salah seorang tokoh masyarakat Minas, yang mengkritik keras sikap perwakilan PHR.

“Mereka datang tanpa membawa data penting, seolah-olah kehadiran mereka tidak resmi dan tidak siap menghadapi mediasi. Ini sangat disayangkan,” ujar Doni.

Mediasi yang seharusnya memberikan solusi, kini justru memperlihatkan kelemahan pihak PHR dalam menghadapi tuntutan masyarakat lokal.

Ketiadaan dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan dan sikap tertutup semakin menyudutkan posisi PHR di mata masyarakat.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *