Dinilai Pencitraan, Petani Rantau Bertuah Sesalkan Klaim Sepihak Jasa Bupati Siak

Siak – Ketua Koperasi Sumber Rejeki, Desa Rantau Bertuah, Minas, Javarudin, S.sos menyesalkan klaim sepihak Pemkab Siak, dengan menyebutkan jasa perjuangan panjang Bupati Siak Alfedri untuk lahirnya SK Biru penyelesaian lahan sawit mereka.

“Perjuangan panjang yang mana Pak Bupati? Kami menilai klaim ini hanya pencitraan saja, karena berbagai surat usulan dari Pemkab Siak justru selalu ditolak. Kami bertahun-tahun bahkan sejak Pak Alfedri jadi Wakil Bupati, selalu digantung tanpa ada kepastian dan hanya disuguhi janji,” kata Javarudin pada awak media, Rabu (4/9).

Kalaupun kemudian ada surat yang ditandatangani Bupati Siak, diungkap Javarudin, itu juga melalui perjuangan para petani meyakinkan pihak Pemkab, termasuk meyakinkan Bupati Siak Alfedri untuk kelengkapan administrasi.

“Hanya selembar surat yang itupun didapat melalui perdebatan panjang. Kami harus meyakinkan karena saat pengajuan tahap inver sempat terjadi selisih pendapat yang cukup keras antara masyarakat petani dengan perwakilan Pemda Siak karena saat itu mereka memaksa ingin mengkolektifkan semua usulan. Kami harus berdebat sampai Pemkab mau memisahkan usulan tersebut. Karna masyarakat menilai apabila usulan tersebut dikolektifkan akan menghambat proses,” ungkap Javar.

“Kami juga harus berdebat lagi soal lamanya penguasaan lahan. Pihak Pemkab menyebutkan 17 tahun, sementara kami menguasai lahan lebih dari 20 tahun. Lamanya penguasaan ini akan berdampak pada pola penyelesaian hukum lahan kami,” tambahnya.

Perjuangan menuju SK Biru Rantau Bertuah ini telah melalui banyak dinamika, bahkan sempat mengendap sekian lama. Para petani juga pernah mendapatkan intimidasi, bahkan harus berurusan dengan gugatan hukum, tanpa ada pendampingan hukum dari Pemkab Siak di bawah kepemimpinan Alfedri. Padahal keberadaan mereka di sana awal mulanya melalui program transmigrasi.

“Kami harus berjuang sana sini juga pakai uang petani sendiri. Tidak ada bantuan dana penyelesaian konflik dari Pemkab. Jadi dimana perjuangan panjangnya Pak Bupati?,” tanya Javar.

Titik temu penyelesaian mereka baru terlihat setelah menemukan pihak yang tepat. Mereka didampingi kalangan aktivis dan Tenaga Ahli Menteri LHK mulai dari penertiban administrasi, hingga memperjuangkan lintas Direktorat Jenderal agar akses penyelesaian Rantau Bertuah diselesaikan dengan pola TORA, bukan Perhutanan Sosial.

“Mulai awal pendataan pengajuan, permohonan, semuanya dibuat secara swadaya oleh masyarakat petani karena saat itu tidak ada pihak-pihak yang peduli terhadap persoalan masyarakat petani Rantau Bertuah. Surat Pemkab juga ternyata salah isi dan administrasi. Jadi memang tidak ada progres apa-apa selama bertahun-tahun,” ungkap Javar.

Barulah atas arahan dan petunjuk dari BPKH Pekanbaru dan didampingi langsung Tenaga Ahli Menteri, proses perjuangan legalitas ini mulai terarah dan menemui titik terang. Karena itu Javar berharap pihak Pemkab tidak meneruskan klaim sepihak, karena banyak pihak yang berjuang untuk lahan ini terutama para petani sendiri.

Ia menyarankan agar Pemkab Siak lebih fokus untuk menyelesaikan titik konflik lainnya yang sampai hari ini masih tak kunjung menemukan jalan keluar.

“Belajar dari perjuangan petani Rantau Bertuah, lebih baik Bapak Bupati serius menanggapi persoalan kawasan hutan di banyak titik lainnya di Siak, karena kalau tidak segera diselesaikan akan menjadi bom waktu yang akan berdampak negatif bagi masyarakat Siak. Seperti konflik di Desa Bunsur, Olak, dan banyak kawasan lainnya di Siak,” saran Javarudin.

Sebelumnya melalui release, terdapat agenda penyerahan dua Buku SK Biru TORA kepada Bupati Siak, Alfedri, pada Selasa (3/9). Penyerahan buku ini hanya proses administrasi biasa, karena sebelumnya petani Rantau Bertuah sudah menerima SK Biru langsung dari Presiden Jokowi di Jakarta.

Dalam release pihak Pemkab, menyebutkan penyerahan buku salinan merupakan hasil dari perjuangan panjang Bupati Siak dan masyarakat dalam mendapatkan kepastian hukum atas kepemilikan lahan.

Padahal SK Biru lahan sawit masyarakat sudah diserahkan Presiden Jokowi di Jakarta, dan secara otomatis selanjutnya dari KLHK ke BPN untuk diproses Sertifikat-nya. Namun agenda penyerahan buku inilah yang kemudian diseremonialkan dengan dihadiri Bupati dan Wakil Bupati.

“Padahal daripada sekedar cuma klaim dan seremoni, lebih baik Pemkab Siak fokus menyelesaikan substansi, mengurai konflik lahan rakyat lainnya yang saat ini masih belum tersentuh perhatian untuk penyelesaian. Ada ribuan petani di Siak yang nasibnya sama seperti kami. Masalah dalam kawasan hutan seperti ini akan selalu menjadi momok menakutkan terhadap pengakuan dan perlindungan hukum masyarakat Siak,” tegas Javar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *